Rabu, 13 Oktober 2010

ERP (emergency respone plan)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tata cara perencanaan akses bangunan dan akses lingkungan untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan gedung (SNI 03 – 1735 – 2000 begin_of_the_skype_highlighting              03 – 1735 – 2000      end_of_the_skype_highlighting)

Standar ini dimaksudkan sebagai acuan yang diperlukan dalam perencanaan jalan lingkungan dan akses ke bangunan gedung sehingga penyelamatan dan operasi pemadaman kebakaran dapat dilakukan seefektif mungkin. Dengan menggunakan acuan Fire Safety Bureau ,Singapore Civil Defence Force ; Fire Precautions in Buildings, 1997.

Beberapa istilah dan definisi yang berkaitan dengan Tata cara perencanaan akses bangunan dan akses lingkungan untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan gedung, antara lain :

  1. Bukaan akses

Bukaan/lubang yang dapat dibuka, yang terdapat pada dinding bangunan terluar, bertanda khusus, menghadap ke arah luar dan diperuntukkan bagi unit pemadam kebakaran dalam pelaksanaan penyelamatan penghuni dan pemadaman kebakaran.

  1. Hidran.

Alat yang dilengkapi dengan slang dan mulut pancar (nozzle = nozel) untuk mengalirkan air bertekanan yang digunakan bagi keperluan pemadaman kebakaran.

  1. Jalur akses.

Jalur pencapaian yang menerus dari perjalanan ke atau di dalam bangunan yang cocok digunakan untuk petugas pemadam kebakaran.

  1. Jalan lingkungan

Untuk melakukan proteksi terhadap meluasnya kebakaran dan memudahkan operasi pemadaman, maka di dalam lingkungan bangunan harus tersedia jalan lingkungan.

  1. Jalur akses masuk dan lapisan perkerasan.

Di setiap bagian dari bangunan hunian dimana ketinggian lantai hunian tertinggi diukur dari rata-rata tanah tidak melebihi 10 m, maka tidak dipersyaratkan adanya lapisan perkerasan kecuali diperlukan area operasional dengan lebar 4 m sepanjang sisi bangunan tempat bukaan akses diletakkan, asal ruang operasional tersebut dapat dicapai pada jarak maksimum 45 m dari jalur masuk mobil pemadam kebakaran.

Dalam tiap bagian bangunan ( selain bangunan kelas 1, 2 dan 3), perkerasan harus ditempatkan sedemikian rupa agar dapat langsung mencapai bukaan akses pemadam kebakaran pada bangunan. Perkerasan tersebut harus dapat mengakomodasi jalan masuk dan manuver mobil pemadam, snorkel, mobil pompa, dan mobil tangga dan platform hidrolik, serta mempunyai spesifikasi sebagai berikut :

a). lebar minimum lapis perkerasan 6 m dan panjang minimum 15 m. Bagian-bagian lain dari jalur masuk yang digunakan untuk lewat mobil pemadam kebakaran, lebarnya tidak boleh kurang dari 4 m.

b). lapis perkerasan harus ditempatkan sedemikian agar tepi terdekat tidak boleh kurang dari 2 m atau lebih dari 10 m dari pusat posisi bukaan akses pemadam kebakaran diukur secara horisontal.

c). lapis perkerasan harus dibuat dari lapisan yang diperkuat agar dapat menyangga beban peralatan pemadam kebakaran. Persyaratan perkerasan untuk melayani bangunan yang ketinggian lantai huniannya melebihi 24 m harus dikonstruksi untuk menahan beban statik mobil pemadam kebakaran seberat 44 ton dengan beban plat kaki (jack).

d). lapis perkerasan harus dibuat sedatar mungkin dengan kemiringan tidak boleh lebih dari 1 : 15, sedangkan kemiringan untuk jalur masuk maksimum 1 : 8,5.

e). lapis perkerasan dari jalur akses tidak boleh melebihi 46 m dan bila melebihi 46 m harus diberi fasilitas belokan.

f). radius terluar dari belokan pada jalur masuk tidak boleh kurang darui 10,5 m dan harus memenuhi persyaratan.

g). tinggi ruang bebas di atas lapis perkerasan atau jalur masuk mobil pemadam, minimum 5 m untuk dapat dilalui peralatan pemadam tersebut.

h). jalan umum boleh digunakan sebagai lapisan perkerasan asalkan lokasi jalan tersebut sesuai dengan persyaratan jarak dari bukaan akses pemadam kebakaran.

i). lapis perkerasan harus selalu dalam keadaan bebas rintangan dari bagian lain bangunan, pepohonan, tanaman atau lain-lain, dan tidak boleh menghambat jalur antara perkerasan dengan bukaan akses pemadam kebakaran.

6. Penandaan jalur.

a). Pada keempat sudut area lapis perkerasan untuk mobil pemadam kebakaran harus diberi tanda.

b). Penandaan sudut-sudut pada permukaan lapis perkerasan harus dari warna yang kontras dengan warna permukaan tanah atau lapisan penutup permukaan tanah.

c). Area jalur akses pada kedua sisinya harus ditandai dengan bahan yang kontras dan bersifat reflektif sehingga jalur masuk dan lapis perkerasan dapat terlihat pada malam hari. Penandaan tersebut diberi jarak antara tidak melebihi 3 m satu sama lain dan harus ditempatkan pada kedua sisi jalur. Tulisan “JALUR PEMADAM KEBAKARAN – JANGAN DIHALANGI” harus dibuat dengan tinggi huruf tidak kurang dari 50 mm.

7. Hidran halaman .

1. Tiap bagian dari jalur akses mobil pemadam di lahan bangunan harus dalam jarak bebas hambatan 50 m dari hidran kota. Bila hidran kota yang memenuhi persyaratan tersebut tidak tersedia, maka harus disediakan hidran halaman.

2. Dalam situasi di mana diperlukan lebih dari satu hidran halaman, maka hidran-hidran tersebut harus diletakkan sepanjang jalur akses mobil pemadam sedemikian hingga tiap bagian dari jalur tersebut berada dalam jarak radius 50 m dari hidran.

3. Pasokan air untuk hidran halaman harus sekurang-kurangnya 2400 liter/menit pada tekanan 3,5 bar, serta mampu mengalirkan air minimal selama 45 menit.

No

Jenis bangunan

Jumlah hidran yang

akan dipakai untuk

pemadaman

kebakaran

Pasokan air untuk hidran

yang akan dipakai

Waktu

pasokan

air

simpanan

1

Perkantoran

5

Tidak kurang dari 38

liter/detik pada 3,5 bar

45 menit

2

Bukan perumahan (didasarkan pada luas lantai dari lantai yang terbesar)

2a

> 1.000 m2.

2

Tidak kurang dari 38

liter/detik pada 3,5 bar untuk

hidran pertama dan 19 liter/

detik pada 3,5 bar untuk

hidran kedua.

45 menit.

2b

Setiap pertambahan

berikutnya dari

1.000 m2 luas lantai.

Penambahan 1 hidran

Untuk setiap hidran

berikutnya, 1200 liter/ menit

ditambahkan pasokan air

umum untuk hidran.

45 menit.

8. Bukaan akses.

1. Bukaan akses untuk petugas pemadam kebakaran dibuat melalui dinding luar untuk operasi pemadaman dan penyelamatan. Bukaan tersebut harus siap dibuka dari dalam dan luar atau terbuat dari bahan yang mudah dipecahkan, dan senantiasa bebas hambatan selama bangunan dihuni atau dioperasikan.

2. Ukuran bukaan akses petugas pemadam kebakaran tidak boleh kurang dari 850 mm lebar dan 1000 mm tinggi, dengan tinggi ambang bawah tidak lebih dari 1000 mm dan tinggi ambang atas kurang dari 1800 mm di atas permukaan lantai bagian dalam.

3. Bukaan akses pemadam kebakaran harus diberi tanda segitiga warna merah dengan ukuran tiap sisi minimum 150 mm dan diletakkan pada sisi luar dan sisi dalam dinding dan diberi tulisan : “AKSES PEMADAM KEBAKARAN – JANGAN DIHALANGI” dengan ukuran tinggi minimal 50 mm. Pengecualian : Ketentuan ini tidak dipersyaratkan untuk bangunan kelas 1, 2 dan 3.

4. Jumlah dan posisi bukaan akses pemadam kebakaran.

4.1. Pada tiap lantai atau kompartemen kecuali lantai pertama dan ketinggian bangunan tidak melebihi 40 m, harus ada 1 bukaan akses untuk tiap 620 m2 luas lantai, ataupun bagian dari lantai harus memiliki 2 bukaan akses pemadam kebakaran pada setiap lantai bangunan atau kompartemen.

4.2. Pada bangunan yang di dalamnya terdapat kompartemen-kompartemen atau ruang-ruang yang ukurannya kurang dari 620 m2 yang tidak berhubungan satu sama lain, maka masing-masing harus diberi bukaan akses.

4.3. Dalam suatu bangunan atau kompartemen yang dilengkapi seluruhnya dengan

sistem springkler otomatis, penentuan bukaan akses didasarkan atas perhitungan bukaan akses untuk 6.200 m2 pertama pada basis 620 m2 untuk tiap bukaan akses, dan selanjutnya diberikan tambahan bukaan akses berikutnya untuk luas lantai lebih dari 6.200 m2 dengan basis 1.240 m2. Untuk tiap bukaan akses tersebut harus didistribusikan pada dinding-dinding bangunan yang berlawanan.

4.4. Bila bukaan akses lebih dari 1 (satu), maka harus ditempatkan berjauhan satu sama lain dan ditempatkan tidak dalam pada satu sisi bangunan. Bukaan akses harus berjarak minimal 20 m satu sama lain diukur sepanjang dinding luar dari as ke as bukaan

akses.

4.5. Bila dalam bangunan ada ruangan dengan ketinggian langit-langit di atas ketinggian normal langit-langit, maka dapat diberikan bukaan tambahan yang diletakkan pada permukaan atas bukaan dinding luar ke dalam ruang atau area atas persetujuan instansi yang berwenang.

4.6. Pada bangunan yang dinding luarnya terbatas dan sulit ditempatkan bukaan akses, maka harus dilengkapi dengan instalasi pemadam kebakaran internal sesuai dengan jenis dan fungsi bangunan.

5. Akses petugas pemadam kebakaran di dalam bangunan.

5.1. Pada bangunan gedung rendah yang tidak memiliki besmen, yang dalam persyaratan jalur akses bagi petugas pemadam kebakaran akan dipenuhi oleh kombinasi dari sarana jalan keluar dengan jalur akses kendaraan sebagaimana dimaksud pada butir

5.2. Pada bangunan lainnya, masalah-masalah yang dihadapi saat mendekati lokasi kebakaran dan berada dekat lokasi kebakaran dalam upaya menanggulangi kebakaran, diperlukan persyaratan mengenai sarana atau fasilitas tambahan untuk menghindari hambatan dan untuk memperlancar operasi pemadaman.

5.3. Fasilitas-fasilitas tambahan ini meliputi lif untuk pemadam kebakaran, tangga untuk keperluan pemadaman kebakaran, dan lobi untuk operasi pemadaman kebakaran yang dikombinasi di dalam suatu saf yang dilindungi terhadap kebakaran atau disebut sebagai saf untuk pemadam kebakaran

Bukaan akses Lebar minimum 850 mm sudah termasuk tiang jendela yang biasanya ada di kosen jendela. Tinggi ambang bawah tidak boleh lebih dari 1000 mm untuk memudahkan petugas pemadam kebakaran masuk/keluar dari bangunan. Ambang bawah yang terlalu tinggi akan menyulitkan, karena petugas kebakaran bisa jatuh pada waktu masuk ke dalam bangunan dan dapat menghalangi gerakan.

Gambar 2.1. Tanda akses pemadam kebakaran dengan warna merah yang menyolok.

Pada Jalan akses mobil pemadam kebakaran. Selama tahap konstruksi, mungkin ada pekerjaan lain, seperti pekerjaan galian dan sebagainya yang akan mengganggu dipenuhinya ketentuan tentang jalur akses dan ruang yang ada tidak memungkinkan untuk manuver mobil pemadam kebakaran. Namun, setiap kemungkinan harus diambil untuk dapat menempatkan jalur akses ini. Ini penting untuk tujuan pengendalian yang effektif operasi pemadaman kebakaran bila kebakaran terjadi suatu waktu. Dari penjelasan di atas, alat pemadam api kimia ringan seharusnya disediakan pada setiap lantai.

Bangunan laboratorium/industri/pabrik termasuk dalam kelas 8 yaitu :bangunan gedung laboratorium dan bangunan yang dipergunakan untuk tempat pemrosesan suatu produksi, perakitan, perubahan, perbaikan, pengepakan, finishing, atau pembersihan barang-barang produksi dalam rangka perdagangan atau penjualan.

2.2. Means of escape

Means of escape yaitu bagian yang tak terpisahkan dari suatu bangunan ynag berfungsi sebagai sarana penyelamat diri dalam keadaan darurat yang aman dari bahaya dan dapat dilakukan tanpa bantuan orang lain.Penyelamat dari bahaya kebakaran adalah diamana mayoritas penghuni bangunan meninggal akibat menghisap atau bernafas asap kebakaran.Kondisi kritis dari penghuni bangunan dimana bahaya kebakaran terjadi adalah bila temperaturmelebihi 75ºC dan atau konsentarsi oksigen dibawah 10% dan atau konsentrasi gas carbon monoxide (CO) meningkat lebih dari 5000 ppm. Faktor mendasar yang mempengaruhi MOE(means of escape), antara lain :

1 Kostruksi

2 Lamanya waktu untuk keluar

3 Jumlah dan sifat kegiatan penghuni

4 Tempat keluar

5 Jarak tempuh

6 Kontrol dari manajemen

Pintu keluar ( exit ) merupakan Pintu masuk,pintu keluar dan sistem sirkulasi dalam bangunan harus dilengkapi ,baik untuk pemakaian sehari-hari maupun sarana penyelamatan diri.Karenanya perlu dibuat banyak dan lebar tempat keluar dan gerakan dari penghuni bila sewaktu-waktu terjadi emergency.

Misalnya harus ada lebih dari sati pintu keluar untuk :

· Ruangan yang dihuni leih dari 60 orang

· Jarak tempuh guna meloloskan diri melebihi kebutuhan yang ada

· Ruang terdebut mrmiliki resiko bahaya kebakaran yang tinggi

Gerakan penghuni bangunan ada 3 macam :

1 Gerakan sepanjang koridor

2 Gerakan naik turun tangga atau lift

3 Gerakan lewat pintu keluar

Ada 2 ketentuan yang harus diperhatikan :

1 Lebar pintu keluar

2 Lalu orang permenit

Exit width adalah lebar bukaan yang diperlukan seseorang dalam baris tinggal yaitu 525 mm dan selanjutnya dikurangi menjadi 450 mm.

  • Bila 1 unit atau kurang : lebar 525 mm
  • Bila 2 unit dan tidak kurang dari 525 + 525 mm = lebar 1.050 mm
  • Bila 3 unit dan tidak kurang dari 525 + 525 + 450 mm = 1500 mm
  • Bila 4 unit dan tidak kurang dari 525 + 525 + 450 + 450 = lebar 1.950 mm (maksimum)

Rate of low mwnurut penyelidikan adalh 40 orang prmenit pada setiap unit exit width.

Dengan faktor-faktor yang telah dijelaskan pada dasar teori diatas dapat ditentukan banyaknya pintu keluar dan lebar tempat keluar yang harus disediakan guna meloloskan diri.

1. Banyaknya lebar tempat keluar

(number of unit exit width)




………………………………………………(2-1)

Dimana N : jumlah orang

T : Batas waktu dalam menit

U: Banyaknya LTK yang dibutuhkan

Jika hasil perhitungan pecahan 0,3 atau lebih maka dapat dibulatkan menjadi 1

2. Banyaknya tempat keluar( number of exits)




………………………………………………(2-2)

Dimana E : banyaknya tempat keluar atau tangga Apabila hasil perhitungan pecahan 0,75 atau lebih ,maka dibulatkan 1

3. Lebar tangga darurat

Bila dilakukan evakuasi dari beberapa lantai dengan tingkat kepadatan penghuni yang rendah ,lebar tangga darurat tidak begitu masalah yaitu 750 mm cukup untuk 100 orang

Unsur- unsur sarana penyelamatan diri, meliputi :

* Horizontal

- Pintu:macam-macam pintu

1. Pintu putar

2. pintu geser

3. pintu rool

4. pintu tembus

5. pintu terobosan

- koridor

1. Penyekatan ; mencegah merambatnya api lapisan (lining)tidak dapat terbakar dan dtruktur tahan api.

2. Jendela kaca : Perlu dipasang dengan tinggi bagian bawah jendela minimal 105 cm diatas lantai

3. Lebar : melebar kearah luar,bagian tersempit masih harus mampu menampung penghuni yang mengungsi

4. jendela dan balkon

* Vertikal

- Tangga dalam bangunan

- Tangga luar bangunan

- Tangga spiral

- Tangga hampir tegak

- Tangga tegak luar bangunan

- Tangga tegak dalm bangunan

* Umum

- lereng-lerengan

- jendela

- penerangan sekunder

- exit diatap

- sarana penyelamatan diri

4. Jarak Tempuh

Jarak Tempuh ( Travel Distance ) Adalah jarak yang dibutuhkan seseorang untuk berjalan sepanjang jalur pelarian diri menuju ke tempat keluar terdekat. Diasumsikan bahwa jalur pelarian diri di luar tempat keluar merupakan bagian yang terproteksi dari jalur. Pada kasus di suatu tempat dimana selalu terdapat jalur keluar langsung menuju keluar gedung dan kemudian menuju tempat keluar akhir dapat menjadi tempat keluar, dan pada kasus yang relatif terbatas dimana pelarian dari tingkat teratas dapat dilakukan melalui lantai akomodasi kemudian tempat keluar akan berada di tingkat terbawah. Sangatlah penting untuk membatasi jarak tempuh karena orang – orang yang berada di bagian yang tidak terproteksi dari jalur pelarian akan terpapar pada efek kebakaran hingga mereka dapat menuju tempat yang relatif aman dari bagian yang terproteksi pada jalur pelarian.

Jarak tempuh ini telah selalu ditetapkan dalam hasil penilaian khusus dari risiko dan kemampuan personal yang berbeda, jarak tempuhnya menjadi satu – satunya jarak yang terjangkau dan menawarkan tingkat keamanan yang dapat diterima.

Gambar 2.2. Jarak tempuh (Bickerdike, 1996)

Jarak tempuh adalah jarak yang sebenarnya menuju ke pintu keluar terdekat. Dimana terdapat lebih dari satu tempat keluar, yang terdekat tidak melebihi jarak tempuh maksimum.

Pada desain lantai, tidak harus selalu memungkinkan untuk mengkalkulasi jarak tempuh akhir. Sebagai contoh bangunan mungkin berada pada bentuk rancangan terbuka, akan tetapi selanjutnya mungkin akan dibagi menjadi akomodasi selular. Pada beberapa kasus konsep dari jarak langsung kadangkala juga digunakan. Jarak langsung adalah jarak dimana selalu mengambil dua – tiga dari jarak tempuh yang saling terkait. Pengurangan yang sebanding tersebut selalu cukup untuk memastikannya, ketika bangunan dibagi atas atau dicocokkan dengan, jarak tempuh yang sebenarnya tidak akan melebihi jumlah yang bersangkutan.

Gambar 2.3. Jarak tempuh dan jarak langsung (Bickerdike, 1996)

Sebagai bahan pertimbangan, seseorang yang berjalan kaki secara normal setelah dilakukan pencatatan jarak yang ditempuh adalah 40 feet / menit atau 12 meter / menit. ( Suko W, 2005 )

Gambar 2.4. Tabel pengaturan jarak tempuh ke exit pada rancangan penyempurnaan Perda DKI nomor 3/1992

5. Waktu Escape

Waktu escape merupakan waktu yang dibutuhkan oleh seluruh penghuni bangunan untuk keluar bangunan melalui exit yang tersedia menuju tempat yang aman. Waktu escape dipengaruhi banyak variabel, antara lain :

a. Tingkat kepadatan penghuni bangunan (density factor)

b. Banyaknya halangan pada exit route, seperti : tangga, tembok dan lain-lain

c. Tingkat response dari penghuni bangunan.

Perhitungan terhadap waktu escape saat penting dilakukan untuk dijadikan patokan saat melakukan latihan tanggap darurat kebakaran, sehingga waktu yang diperoleh ketika latihan tanggap darurat kebakaran dapat dibandingkan dengan perhitungan waktu escape. Untuk dapat menghitung waktu escape maka diperlukan parameter sebagai berikut :

1. Lebar efektif (We)

Lebar efektif merupakan lebar jalur yang digunakan dalam melakukan escape (exit route dan tangga darurat) dikurangi dengan halangan atau clearance yang ditemui sepanjang jalur tersebut, berikut ini jenis halangan :

Gambar 2.5. Tabel halangan escape route

2. Faktor kepadatan (D) Faktor kepadatan (density factor) menggambarkan banyaknya orang yang menempati luas runagan sebesar 1 m2.

3. Spesific flow of person (Fs) Spesific flow of person merupakan banyaknya orang yang melintasi titik pada exit route per unit waktu per unit lebar efektif (We). Berikut ini tabel yang menggambarkan hubungan D dan Fs :

Gambar 2.6. Tabel kepadatan dan specific flow of person

4. Perhitungan flow of person (Fc) Perhitungan flow of person merupakan prediksi jumlah orang yang melintasi titik pada escape route per unit waktu. Dirumuskan dalam :

Fc = Fs x We………………………………………………(2-3)

5. Flow time (Tf)

Flow time merupakan total waktu yang dibutuhkan N orang untuk melintasi titik pada satu pintu exit. dirumuskan dalam :

Tf = N / Fc…………………………………………………(2-4)

6. Tingkat Kepadatan Penghuni

Tingkat Kepadatan Penghuni adalah luas permukaan lantai yang digunakan oleh satu orang dan menurut standart di Inggris 1 orang pada 4m2 . Untuk perencanaan gedung biasanya density faktor sangat bervariasi sesuai dengan penggunaanya. Luas lantai yang digunakan sebagai dasar perhitungan density faktor adalah termasuk bangunan permanent seperti tangga, lift , toilet dsb. Oleh karena itu, density faktornya juga berbeda.

Keterangan jumlah penghuni yang menempati suatu bangunan sesuai dengan luas kotor permukaan lantai sesuai Pemerintah DKI Jakarta 3/’92.

Tabel 2.1. Density Faktor menurut Pemda DKI Jakarta 3/’92.

Tempat – Tempat Dalam Bangunan Umum dan Perdagangan

( M 2 /Orang )

Tempat Pertemuan

1

Ruang Makan , Kafetarian

2

Kantor

8

Tempat Tinggal

10

Garasi

30

Rumah Sakit

10

Perindustrian

6

Gedung Pendidikan

4

1 komentar:

  1. kok imagee table dan beberapa rumusnya ga bisa muncul yah?

    BalasHapus